Social Icons

.

Tuesday, 12 November 2013

Pahlawan Uber Cup


 Atlet Top Cuma Jadi Kasir Apotek di Hari Tuanya

Pada edisi Sabtu lalu, telah dipaparkan nasib sejumlah pahlawan olahraga kita di masa lampau, yang perih di masa kini. Di edisi hari ini kami suguhkan lagi kisah tragis lain.

Surya Lesmana (Sepakbola)
Jauh sebelum nama Bambang Pamungkas atau Titus Bonai dielu-elukan, Indonesia punya seorang bintang yang sangat disegani di Asia, bernama Surya Lesmana.

Surya adalah keturunan Tionghoa yang lahir dengan nama Liem Soei Liang. Pada era 60-an, ia mengharumkan nama
Indonesia dengan permainan cantik bersama timnas selama 10 tahun (1963-1972). Tak ayal, sepak terjangnya memikat pemilik klub Mac Kinan Hongkong. Surya dikontrak selama satu musim, yang tentu membanggakan Indonesia. Sangat jarang pemain Indonesia bermain untuk klub luar negeri saat itu.

kini mantan gelandang terbaik itu menjalani masa tua yang pahit. Untuk bertahan hidup ia melatih anak-anak kecil di lingkungannya, dengan upah seadanya. Ia bahkan pernah menumpang di rumah temannya di Glodok, Jakarta Barat, dan hanya tidur beralaskan kardus.

Tati Sumirah (Bulutangkis)

Pada 1975 nama Indonesia diharumkan dalam ajang bulutangkis paling bergengsi dunia. Srikandi yang mengharumkan nama bangsa tersebut adalah Tati Sumirah, yang mengantarkan tim tunggal putri merebut Piala Uber dan sekaligus merebut perhatian masyarakat atas sosoknya yang mengagumkan.

Pada masa keemasannya, Tati juga dikenal sebagai atlet yang selalu meraih emas di arena PON. Namun setelah gantung raket pada 1981, kehidupannya berubah drastis. Selama berpuluh-puluh tahun ia bekerja di sebuah apotek di daerah Tebet, Jakarta Selatan sebagai Kasir.

Jika bukan karena kebaikan hati Rudi Hartono (pengusaha yang juga juara All England delapan kali) yang menawarinya bekerja di perusahaan oli miliknya, mungkin sampai sekarang profesi itu masih dilakoninya.

Kini semua medali kebanggaannya ia taruh dalam sebuah kotak berdebu. Tati mengaku ia kerap merasa sedih jika mengingat masa kejayaannya dulu. Meski begitu, ia tidak pernah menyesal menjadi atlet. Ia hanya berharap pemerintah bisa lebih menghargai jasa atlet nasional dan memberikan tunjangan hidup yang layak

Jumain (Dayung)

Berbagai negara sudah pernah disinggahinya, di antaranya Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, hingga Hongkong, dan Cina. Ajang SEA Games XV 1989 di Malaysia menjadi saksi tim dayungnya meraih dua medali emas. Kini, ia bekerja sebagai penjaga kapal.

Ada dua kapal yang dijaganya, satu milik orang Korea dengan upah Rp 500 ribu/bulan dan satunya milik seorang pengusaha jamu dengan honor yang besarnya sama.

Medali dan piala yang ia banggakan kini ia bungkus plastik, dan sengaja tak ia pajang di rumahnya. Entah dengan alasan apa.

Menurut saya kita sebagai bangsa Indoesia yang baik harus terus menghargai orang - orang yang  bisa membanggakan Indonesia dimata Dunia , tetapi semua itu tidak terjadi para para atlet Indonesia diatas mereka mengalami sebuah penderitaan di hari tuanya , padahal mereka adalah para atlet yang bisa dibilang atlet top di Indonesia. jadi kita harus bisa menjaga atau tetap mempedulihkan orang - orang yang telah berprestasi untuk negara tercinta yaitu INDONESIA
Pesan saya adalah jangan pernah melupakan jasa - jasa orang yang pernah memberikan prestasi atau orang - orang yang pernah membanggakan Indonesia